Kamis, 05 Februari 2009

Saatnya kaltim Membangun  

0 komentar

politisi busuk adalah politisi yang duduk di DPR/DPRD yang dalam masa menjadi wakil rakyat melakukan berbagai tindakan yang melanggar amanah rakyat, melakukan korupsi, melakukan kejahatan asusila, dan membuat aturan-aturan yang merugikan rakyat, termasuk diamnya terhadap kebijakan eksekutif dan tidak kiritis dan tanggap terhadap permasalahan rakyat.
politisi busuk adalah mereka yang ketika menjadi wakil rakyat menjadi kesempatan untuk membangun kekayaan pribadi, keluarga dan kelompok dengan memanfaatkan status anggota dewannya, dengan membangun jaringan dengan dengan pemerintah eksekutif, para pengusaha hitam.
politisi busuk seringkali juga menjadi kepanjangan tangan dari pengusaha nakal dalam melancarkan ruang bisnis, seperi perizinan dengan membuat perda-perda/aturan lainya maupaun dengan statemen bahkan dengan sikap diamnya
politisi busuk sangat kelihatan dalam kesehariannya menjadi orang yang berkelas jauh dari rakyat, dan secara cepat terjadi perubahan baik dalam kekayaan, maupun sikap.
politisi busuk yang selama ini menjadi biang kerusakan masyrakat, biang korupsi, sehingga saatnya masayarakat kalimantan timur menggalakan anti politisi busuk dikalimantan timur

Selengkapnya...

Selasa, 03 Februari 2009

Yusran Dituntut 1, 5 Tahun  

0 komentar

Sumber: http://www.tribunkaltim.com/Grogot/Yusran-Dituntut-1-5-Tahun.html

TANAH GROGOT, TRIBUN - Bupati (nonaktif) Penajam Paser Utara (PPU) Drs H Yusran Msi, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan tanah perumahan Korpri di Desa Babulu Darat, PPU, dituntut hukuman penjara satu tahun enam bulan dan denda Rp 100 juta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Tanah Grogot, Kamis (13/12),Yusran yang juga Ka.partai Demokrat Kaltim, didakwa JPU yang beranggotakan Deny SH, Djoko Santoso SH dan Yudhi Ismono SH MH, melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang Undang (UU) Republik Indonesia No 31/1999, tentang pemberantasan tindak pindana korupsi, sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU RI No 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan dakwaan subsidair, Yusran dituduh melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU RI No 31/1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU RI No 20/2001 KUHP.

Untuk dakwaan primer, Yusran dibebaskan dari dakwaan, tetapi dari dakwaan subsidair Yusran dituntut satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Menurut JPU, Yusran selaku Ketua Penitia Pembebasan Tanah Pemkab PPU, pada tahun 2003, melakukan pembebasan tanah di Desa Babulu Darat untuk membangun perumahan Korpri. Panitia pembebasan tanah Pemkab PPU kemudian membeli tanah Arifin Rauf seluas 50 hektare dengan harga Rp 15.000 per meter persegi (M2).

Selanjutnya, Arifin mengajukan panjar sebesar 50 persen kepada Bupati PPU, dan terdakwa, membuat disposisi kepada Ir Mahmuddin Zaini, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Kimpraswil PPU saat itu. Selanjutnya Mahmuddin melakukan pembayaran sebanyak enam kali, yang totalnya Rp 3,35 miliar, padahal dana tersebut diambil dari APBD Perubahan PPU tahun 2003 yang belum ditetapkan dalam Perda APBD 2003.

"Arifin menerima pembayaran Rp 3,35 miliar, berdasarkan pendapat saksi ahli pergeseran pos anggaran harus melalui mekanisme pengesahan anggaran, apabila anggaran belum disahkan. Dari fakta tersebut, kami berpendapat peranan terdakwa dalam perkara ini turut serta melakukan tindak pidana korupsi, " kata JPU.

Sebelum dibeli Pemkab PPU, Arifin Rauf membeli tanah dari warga Desa Babulu Darat antara Rp 4.000 - 1.000 per M2, tetapi setelah mendengar Arifin menjualnya Rp 15.000 kepada Pemkab PPU, warga menuntut tambahan sebesar Rp 2.000 per M2, sehingga rata-rata tanah itu dibeli Arifin Rauf seharga Rp 3.000 per M2.

Sesuai Kepres No 55 Tahun 1993, pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun terakhir. Karena NJOP untuk Desa Babulu Barat Rp 2.500 - Rp 3.000 per M2, sehingga pembebasan tanah ini diduga merugikan negara sebesar Rp 6.303.567.000.


Selengkapnya...

Ketua DPRD Manggarai Ditahan  

0 komentar

Ongge diduga terlibat kasus dana asuransi kesehatan anggota DPRD tahun anggaran 2006.
VIVANews - Ketua DPRD Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Ongge Yohanes Mantan Ketua DPC PDI Perjuangan ini, ditahan penyidik Kejaksaan Negeri Manggarai, dalam kasus dugaan korupsi dana asuransi kesehatan anggota DPRD tahun anggaran 2006 sebesar Rp 380 juta.

Dugaan korupsi ini diketahui setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT melakukan audit terhadap APBD Kabupaten Manggarai Barat, tahun 2006 lalu.menempati ruangan terpisah dengan isterinya, Ny. Rofina Dina, yang juga ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Carep, Ruteng, dalam kasus illegal loging beberapa waktu lalu.

Kepala Kejaksaan Negeri Ruteng, Timbul Tamba, yang dihubungi wartawan, Jumat 5 Desember 2008, mengatakan Onge Tihan kemarin malam, Kamis 4 Desember 2008. Penahanan dilakukan untuk memperlancar proses persidangan, sekaligus mencegah tersangka menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. "Dia ditahan selama 20 hari," kata Timbul.

Menurut dia, sesuai hasil pemeriksaan, tersangka, bersama Kepala Asuransi Kumpulan, Jafar Abdullah, mengalihkan dana asuransi rawat inap dan rawat jalan anggota DPRD. "Nota kesepahaman baru ditandatangani Mei 2006, tetapi pembayaran dana kesehatan justru dibayar dari Januari 2006," lanjutnya.

Kuasa Hukum tersangka, Loren Mega Man, meminta penyidik kejaksaan untuk memberikan penangguhan penahanan dengan alasan kemanusiaan dan ada beberapa agenda penting di DPRD yang harus diseesaikan namun ditolak tim penyidik.

Kepala LP Carep, M Hanafi, mengatakan, meski tersangka masih berstatus sebaga Ketua DPRD, namun pihaknya tidak akan memberikan fasilitas khusus, termasuk ditempatkan terpisah dengan isterinya. "Untuk sementara dia akan menjalani masa orientasi selama tujuh hari," kata Hanafi.

Laporan: Jemris Fointuna/Kupang


Selengkapnya...